Wadaikaltim.id, SAMARINDA – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) kembali mencatat prestasi dalam Indeks Ketahanan Pangan (IKP) 2025. Berdasarkan data terbaru, Kaltim berada di peringkat kedua nasional dengan skor 80,82 persen, hanya terpaut sedikit dari Kalimantan Selatan yang meraih 81,98 persen. Namun di balik capaian itu, persoalan klasik masih menghantui: ketersediaan pangan yang belum seimbang dengan kebutuhan masyarakat.
Setiap tahunnya, kebutuhan beras Kaltim mencapai sekitar 350 ribu ton, sementara produksi lokal baru mampu memenuhi separuhnya, yakni 170 ribu ton. Akibatnya, pasokan beras masih harus didatangkan dari Pulau Jawa dan Sulawesi. “Tapi realitasnya tak menggambarkan kondisi riil ketahanan pangan di Kaltim,” ujar Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, Senin (6/10/2025).
Jika dirinci, skor IKP Kaltim terbagi menjadi tiga aspek utama. Pada indikator ketersediaan, Kaltim memperoleh nilai 73,45; keterjangkauan 86,21; dan pemanfaatan 82,87. Dari sinilah tampak bahwa persoalan utama berada pada sektor ketersediaan pangan. “Dan masalah Kaltim terlihat jelas. Soal ketersediaan,” lanjut Firnadi.
Politikus PKS itu menilai, capaian tinggi dalam IKP belum sepenuhnya mencerminkan ketahanan pangan sejati. Menurutnya, tolok ukur yang lebih realistis adalah kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan.
DPRD Kaltim disebut terus memberikan dukungan terhadap langkah Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (DPTPH) untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Salah satunya melalui dorongan mekanisasi pertanian modern yang diharapkan dapat menarik minat generasi muda agar kembali ke sektor pertanian.
Namun, upaya tersebut terbentur pada aturan pusat. Firnadi menyebut, Permendagri 90/2019 dan turunannya Kepmendagri 900/2024 membuat pemerintah provinsi tak memiliki keleluasaan dalam pengadaan alat pertanian modern. “Jadi provinsi terbatas dalam memenuhi sarana prasarana pertanian lokal,” jelasnya.
Kendati begitu, DPRD bersama DPTPH tengah mencari solusi agar bantuan keuangan tetap bisa disalurkan ke sektor pertanian tanpa melanggar regulasi yang ada. “Dewan dan dinas terkait berusaha membuka opsi bantuan keuangan ke bidang pertanian,” pungkas Firnadi.


















