Wadaikaltim.id, PENAJAM – Perselisihan batas lahan antara Anggota DPRD Penajam Paser Utara (PPU), Irawan Heru Suryanto, dan sejumlah warga Kecamatan Waru berbuntut panjang. Kedua pihak kini saling melapor ke kepolisian setelah insiden perkelahian yang terjadi di kawasan Logpon SDR, Kecamatan Waru, pada Sabtu (27/9/2025).
Kuasa hukum Irawan, Ramadi, menjelaskan bahwa kliennya telah resmi membuat laporan balik terhadap tiga warga yang sebelumnya melaporkan dugaan penyerobotan lahan. Laporan itu, kata dia, berkaitan dengan dugaan pencemaran nama baik dan penganiayaan.
“Klien kami melaporkan mereka atas dugaan pencemaran nama baik melalui media sosial dan media massa, serta penganiayaan,” ujar Ramadi, Rabu (8/10/2025).
Laporan tersebut terdaftar dengan nomor STPLP/151/X/2025/Reskrim dan STPLP/367/X/2025/Reskrim. Tiga warga yang dilaporkan ialah Fahmi Rizal, ibunya Soraya, dan Dwi Rahmadani. Ramadi mengatakan peristiwa bermula ketika keluarga Fahmi melakukan pengukuran tanah tanpa sepengetahuan Irawan.
“Awalnya ibu dari Fahmi melakukan pengukuran lahan secara sepihak dengan tuduhan lahannya berkurang. Dari situ terjadi percekcokan. Saat suasana reda, Fahmi malah memancing emosi dengan mengumpat dan menyerang klien kami,” jelasnya.
Ramadi menegaskan, Irawan memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah dan membantah tuduhan penyerobotan tanah. Ia juga menyebut pemberitaan di media sosial telah mencoreng nama baik kliennya.
“Kabar itu disebarkan ke media sosial dan media massa hingga mempermalukan klien kami. Karena itu, kami juga melaporkan Soraya dan Dwi atas dugaan pelanggaran UU ITE,” ujarnya.
Irawan menambahkan, dirinya memilih jalur hukum setelah upaya damai tidak berhasil.
“Ketiga orang itu kami laporkan. Sebenarnya ada empat, tapi laporan sudah kami buat tadi malam,” ujarnya.
Ia mengaku telah berusaha menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan, namun tidak mendapat tanggapan baik.
“Saya sudah berusaha menemui mereka untuk berdamai. Keluarga besar juga ikut berupaya, tapi tidak ada niat baik. Jadi demi menjaga martabat sebagai anggota dewan, saya tempuh jalur hukum,” tegasnya.
Irawan juga mengonfirmasi telah memberikan klarifikasi kepada Badan Kehormatan DPRD PPU. Ia menyebut persoalan tersebut seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan karena hanya menyangkut setengah meter batas tanah yang dulu sudah pernah disepakati.
“Tanah itu sesuai sertifikat 15 kali 32 meter. Dulu mertua saya punya usaha mebel. Orangtua mereka meminta setengah meter tanah dan menggantinya dengan kusen rumah. Jadi sudah selesai secara kekeluargaan, hanya tidak tertulis,” ungkapnya.
Sementara itu, pihak lawan sengketa, Fahmi Rizal, sebelumnya melaporkan Irawan ke Polsek Waru atas dugaan penyerobotan tanah dan penganiayaan. Ia mengklaim, pengukuran ulang yang dilakukan aparat kelurahan bersama kepolisian menunjukkan tanah keluarganya berkurang dua meter.
“Ibu saya mau mengukur tanah, ternyata berkurang dari 27 meter jadi 25 meter. Padahal sudah ada patoknya, tapi dicabut,” kata Fahmi, Kamis (29/9/2025).
Menurutnya, situasi semula hendak diselesaikan secara baik-baik, namun berubah ketika Irawan datang dengan nada tinggi.
“Sebenarnya sudah mau ikhlas. Tapi saat pembicaraan, dia malah keluar sambil marah-marah. Meneriaki orangtua saya dengan kata kurang ajar,” ungkapnya.
Fahmi mengaku sempat dipukul hingga pelipisnya memar dan telah menjalani visum. Ia menegaskan akan mengikuti proses hukum hingga tuntas.
“Untuk sementara kami ikuti proses hukum dulu. Karena seharusnya sebagai anggota dewan, ia tidak bersikap seperti itu,” tegasnya.
Kapolsek Waru, IPTU Lilik Sulistiya, membenarkan adanya laporan dari warga dan mengatakan kasus tersebut telah dilimpahkan ke Polres PPU.
“Laporan sudah kami terima dan melimpahkan ke Polres PPU,” ujarnya.
Sementara Kasat Reskrim Polres PPU, AKP Dian Kusnawan, menyebut pihaknya masih menunggu pelimpahan berkas untuk ditindaklanjuti.
“Kami belum dapat memberi keterangan karena masih proses pelimpahan,” singkatnya.
Kedua pihak kini sama-sama menunggu proses hukum berjalan. Sengketa yang bermula dari persoalan batas tanah itu kini berkembang menjadi perkara hukum yang menarik perhatian publik di Kabupaten Penajam Paser Utara.


















